WARTASSPC.ID- Rabu, 11 Juni 2025, pukul 15.00 WITENG, saya menemani empat Frater Dari kongregasi Scalabrinian menuju Stasi Latung, Paroki Compang. Kami mengendarai sepeda motor, melaju pelan, menikmati keindahan sepanjang jalan. Perjalanan ini merupakan misi pewartaan dan pendampingan rohani (katekese).
Tiba di batas wilayah Compang dan Loha, tepatnya di Kampung Mengga, kami menjumpai seorang umat Paroki Compang seorang perajin gula merah. Ia memikul "gogong" tempat menyimpan sadapan aren yang terbuat dari bambu.
Saya menyapanya, sembari mematikan mesin motor. Dengan senyum sumringah, ia menawarkan nira hasil sadapannya. Saya pun mengajak para Frater untuk mencicipinya.
“Manis,” celetuk Fr. Algo, asal Kefamenanu.
Tiga Frater lainnya pun mengangguk serempak, sepakat dengan kesan pertama itu. Menurut pengakuan mereka, ini adalah pertama kalinya mereka meminum nira. Bisa jadi karena di daerah asal mereka tidak ada pohon aren.
Dengan nada tulus, Om Tarsi demikian nama orang yang kami jumpai itu menawarkan lagi agar kami menambah minum. Para Frater mengiyakannya. Saya terenyuh menyaksikan pemandangan itu. Ada keheningan kecil yang hangat. Saya tersenyum kecil, meresapi kebaikan yang begitu alami.
Peristiwa kecil itu, bagi saya, sangat luar biasa. Om Tarsi adalah representasi iman yang hidup. Ia menawarkan kebaikan dalam kesederhanaan, tanpa pamrih, tanpa banyak kata. Ini bukan sekadar keramahan, tapi ekspresi nyata dari kasih yang menjalar dalam tindakan sehari-hari.
Inilah wajah umat Paroki Compang, terbuka, ramah, dan welcome kepada siapa pun yang datang. Dalam keramahan Om Tarsi, saya melihat cinta yang bekerja dalam diam.
Saya yakin, momen ini akan tersimpan hangat di hati para Frater. Sebuah perjumpaan kecil, namun penuh makna.
Sebelum kami berpamitan, Om Tarsisius Hepong umat dari KBG Palit 2 mendekat dan berbisik pelan.
"Kala ada waktu, ajak mereka menikmati gula merah"
Sebuah ajakan sederhana yang menjadi pengingat bahwa dalam setiap tetes nira, tersimpan kasih yang manis dan tulus dari ladang-ladang iman.
Kadang kita lupa bahwa pewartaan tidak selalu harus lewat mimbar atau kata-kata yang megah. Ia bisa hadir dalam seulas senyum, dalam segelas nira yang ditawarkan dengan tangan terbuka, atau dalam langkah-langkah kecil yang menyapa sesama. Di Kampung Mengga, iman menemukan bentuknya dalam keramahan yang justru karena itu, menjadi begitu kuat dan berkesan.
Perjalanan ini bukan hanya membawa para Frater menuju Stasi Latung, tetapi juga membawa kami semua lebih dekat pada makna hidup beriman yang sederhana namun mendalam. Dalam sapaan alam, dalam peluh para petani gula merah, dan dalam hangatnya perjumpaan di tengah ladang, kita menemukan wajah Allah yang hadir dan bekerja di antara umat-Nya.
Semoga catatan kecil ini menjadi pengingat lbagi kita semua, bahwa setiap langkah, setiap senyum, dan setiap perjumpaan adalah peluang untuk menghadirkan Kerajaan Allah di bumi dalam bentuk yang mungkin tak terduga, tapi justru sangat nyata.
Writer|| Marianus Hamse|| Komsos Paroki
Editor|| Stanislaus Bandut|| Komsos Paroki